Monday, May 18, 2009

Kita

Untuk seseorang,

Inilah Cinta:

Pada akhirnya memang harus kuakui bahwa aku tidak pernah tumbuh. Tidak, aku kembali ke masa mudaku. Cinta memabukkan. Orang mencari pencerahan, kekuatan, atau keabadian. Tapi aku tidak. Lihat, cintaku adalah sumber hidupku!

Aku lupa akan masa laluku. Aku lupa semuanya dan bahkan tidak terasa lagi. Rasa pahit terasa manis. Aku lahir kembali dan yah, aku kembali kecil. Merengek-rengek, menangis dan berteriak kesal mencari perhatian. Tidak berdaya tanpa cinta, dan semakin tidak berdaya tanpa cinta.

Bagai bayi yang tidak tahu kata 'cukup' aku terus meminta dan haus. Haus, ya! Kata yang tepat! Dan sungguh nyata bahwa cinta itu air mata kehidupan.
Sungguh cinta itu bagai anggur yang memabukkan.
Bagai madu yang begitu manis.
Bagai mawar yang indah karena durinya, bukan mahkotanya saja.
Bagai cairan empedu yang pahitnya adalah candu.
Bagai harta karun yang tidak bisa dibeli.
Bagai racun yang rela kuminum tanpa henti.

Di masa mudaku aku berpapasan dengan cinta. Janji bisa ingkar, tapi tegarnya tekad siapa yang tahu? Tidak akan selangkahpun kujauhi cinta. Tidak akan sudi kutukar dengan harta lain. Tidak!
Syukurku sampai di ujung surga. Hitam dan putih dibalut kasih, tidak ada kata yang mampu mengukir semuanya.

Kalau mau tahu tentang cinta, cari, kenali dan jagalah cinta.
Rindu jangan dipendam. Cinta jangan ditahan.



Sunday, April 12, 2009

Rindu

Lagi lagi rindu.
Jantungku terus berdegup kencang.

Lagi lagi rindu.
Wangimu ada disini.

Lagi lagi rindu.
Sesak rasanya, tak mungkin kubendung.

Lagi lagi rindu.
Genggam jemarimu ada disini.

Lagi lagi rindu.
Meledaklah teriak bisuku.

Lagi lagi rindu.
Tatap dan belaimu ada disini.

Lagi lagi rindu.
Gelisahku tak kuasa.

Lagi lagi rindu.
Hangat hadirmu ada disini.

Lagi lagi rindu.
Sampai kamu bosan, tetap akan kuulang.

Lagi.
Lagi..
Lagi...
Lagi....
dan Lagi.....

Rindu ini, terus lagi dan lagi.
Rindu untukmu.

Tuesday, March 10, 2009

Kata Bapak

Sebelumnya, Pak,
Terima kasih.

Saya tulis ini kalau-kalau saja saya tidak sempat berbicara ini pada Bapak.

Kebijaksanaanmu tiada batas Pak, kau selalu membuatku terbungkuk bungkuk mendengarnya. Kuakui, bebanmu yang besar terasa begitu ringan dan penuh cinta.

Dalam darahku ada darahmu.
Dalam pikiranku ada pikiranmu.
Dalam sifatmu ada sifatku.
Kita, satu zat!

Menantang hidup ini, kau tarik aku dari palung yang paling dalam.
Suaramu bagai raungan singa saat aku mulai menyimpang,
Tapi juga bagai mata air saat aku dalam kesulitan.
Rahasia hidupmu, tak ada buku yang mampu menyimpannya.
Tangis dan Tawa kisahmu,
Hitam dan Putihmu dibalut cinta.

Pak, ayo kita jalan lagi.
HIDUP adalah KARYA !
Modalmu yang kautanamkan, lengkap sudah – biar berbuah !
Pak, aku tersenyum semangat !
Ayo kita cari yang lebih baik!
Ayo kita berjuang !

Salam,
Anakmu

Friday, February 6, 2009

for the Divine Love

Divine Love,
Firm, not Impulsive
Honest, not Deceiving
Calming, not Storming
One, not Dividing

Divine Love,
the Mark of Patience,
the Mark of Humility,
the Mark of Faith,
the Mark of Covenant

Divine Love,
You understands, seek not to be understood,
You loves, seek not to be loved,
You consoles, seek not to be consoled
You, the neverending spring

Divine Love,
Adorable beyond measure,
Forgiving without limit,
Loudest voice of silence,
Bravest of all

Divine Love,
May we be your Divine Slave in every way,
May we be your Instrument,
May we be worthy of your Love,
May we hope and trust in You.

Divine Love,
We trust, adore, hope and love you
May we shine with your love

Divine Love,
I hear your call in every way,
This is the way I will love you, in this family life

Mother of Divine Love,
This is how I serve you,
I am yet to be perfected,
But this is how I serve you sincerely,
I thank you, I love you

Divine Love and His Mother,
May you hear our intentions,
How can we run away from your love?
I entrust our life to you,
Totus Tuus !

Thursday, February 5, 2009

Kemarin

Kemarin memang sepi
Andai waktu seperti jam
Rasanya ingin kembali ke pangkuan kalian
Walaupun pahit, lidahku tetap mengecap manis

Biasanya matahari bersinar ceria
Tak kusangka gundah datang bagai awan mendung
Tawaku heran
Dulu hujan tetap membawa keriangan

Gitarku hingar, biar semua bangun!
Bukan berarti kamu tak pernah tidak terlintas
Bukan berarti aku mau terus membisu
Aku hanya sekedar memberi kita sedikit waktu

Kuterima jiwa apa adanya, kamu, aku
Kita sama, orang biasa
Ketidakmampuanmu and aku juga banyak
Tapi itu bukan masalah

Aku tidak berfikir lagi
Esok masih ada terang
Sabar dan Cinta akan mengajarku
Tanda kasih yang sejati

Lalu kalian bilang Tuhan tau yang terbaik
Kupandang mata dan kerut wajah kalian
Aku setuju! Kalianlah saksi hidupnya
Aku tidak bingung lagi menanti janjiNya, setiap detik inilah yang terbaik

Thursday, January 8, 2009

Kamu

Ya..
Kamu..
Jangan bingung.
Iya kamu, yang baca tulisan ini.

Apa yang kamu rasakan ya?
Apa yang kamu lihat?
Apa yang kamu dengar?
Apa yang mau kamu katakan?

Maaf, banyak bertanya...
Tapi aku sungguh mau tahu.
Inderaku tentang dirimu buta.
Ajar aku mengerti kamu.
Ajar aku bicara untuk kamu.
Ajar aku mendengarmu.
Ajar aku melihat dari matamu.

Supaya hatiku mengerti dan menerima hatimu,
dan bisa mencintaimu seadanya, setulusnya.

Ibuku

... lalu masih kuingat senyumnya.

Hanya itu yang kuingat.
Ah remuk dan malunya hati ini.

Bu,
Terlalu banyak, terlalu banyak yang mau kukatakan.
Engkau menggendongku,
memelukku saat aku kotor dan penuh tangis.
Engkau menghiburku, bahkan saat aku terhibur.
Engkau rendah hati saat aku sombong,
Engkau sabar saat aku tidak sabar.

Penjara cinta ini terlalu indah bu. Seperti kuatnya arus air, banjir..
Biar yang bersayap memujamu bu.
Kuulang, siapakah debu ini sehingga layak untuk jadi budakmu?

Aku masih ingat ketika aku mengintip ke bilikmu,
Aku tahu engkau berdoa disana, banyak yang tidak bisa kudengar..
Tapi samar-samar aku dengar doamu tentang harapanmu untukku,
untuk kerendahan hati,
untuk kesabaran,
untuk ketekunan,
untuk keberanian,
untuk kesetiaan,
untuk kemurnian,
dan untuk cinta.
Terima kasih bu! Tempa besi ini hingga berguna, jadi seperti keinginanmu.

Kali ini, ibu mau apa?
Diammu adalah jawabmu.
Biar aku jadi seperti yang ibu mau.
Permintaan rahasia itulah yang kuulang.

Apapun.

2009,
Redemptus

Our Way

If you want your dream to be
Build it slow and surely.
Small beginnings, greater ends.
Heartfelt work grows purely.

If you want to live life free,
Take your time, go slowly.
Do few things, but do them well.
Simple joys are holy.

Day by day, stone by stone,
Build your secret slowly.
Day by day, you'll grow, too,
You'll know heaven's glory.

~ Br. Francesco
~ Redempte

Pujian Untuk Keluarga

Tuan,
Atas Saudara-saudariku,
si Tolol ini berterima kasih...

Kau yang datang membungkuk,
Ajar aku untuk membungkuk.

Kau yang datang untuk dihina,
Ajar aku untuk menerima hina.

Kau yang datang untuk difitnah,
Ajar aku menerima fitnah.

Kau yang datang untuk direndahkan,
Ajar aku menerima kerendahan.

Kau yang datang untuk dibenci,
Ajar aku untuk menerima benci.

Kau yang berbaring pasrah,
Ajar aku untuk pasrah.

Kau yang datang dengan tangis,
Ajar aku untuk menangis.

Kau yang datang dengan keluguan,
Ajar aku untuk menjadi lugu.

Kau yang datang dengan ketekunan,
Ajar aku untuk menjadi tekun.

Kau yang datang dengan cinta,
Ajar aku untuk mencintai.

Karena aku percaya,
Ketika kalian memberikan itu semua,
Aku juga menerima.
Dan ketika aku memberikan diriku,
Kalian juga menerima.
Kalianlah saudara-saudari terbaikku,
Guru guru sejati.

Saudara kerendahan hati,
Injak kepalaku,
Hancurkan batu di hatiku,
Iris lidahku,
dan buat aku baru.

Aku pernah mati,
Aku masih mau mati,
Aku mau mati lagi dan lagi,
karena aku pasti bangkit kembali dengan kebijaksanaan yang diberikan Tuan.

Wednesday, January 7, 2009

Dua Cuil Cerita

Umurku 72 tahun. Lembab dan dingin. Di tempat ini, mereka memenjarakanku. Hanya di tempat ini mereka tak lagi percaya padaku. Pandangan mata dingin penuh tanya terus menatapku bagai seekor hewan yang haus akan jawaban. Lalu mereka membiarkanku tertangkap dan dibui didalam tempat ini. Genap 15 tahun. Tak bisa kupercaya, yang ada di hatiku hanya perasaan untuk pulang ke rumah. Rumah. Rumah, bahkan aku hampir lupa tentang rumahku sendiri, bayangannya pudar. Aku rindu rumahku, bukan tempat ini. Aku ingin berbicara banyak, kepada orang yang kusayangi dan ibuku serta keluargaku, aku ingin becerita tentang perjalananku selama aku mengembara jauh dari rumahku, menghabiskan waktu disana walau orang-orang diluar begitu penasaran dengan diriku. Lalu, pada akhirnya aku tetap berakhir disini. Lucunya, biarpun begini ternyata harapan itu masih memancar masuk ke dalam selku yang sempit lewat sebuah lubang cahaya di dekat sini. Rumah dan kerinduan.

Aku baru saja memulai perjalananku. Umurku hampir 21 tahun. Yang kuambil memang jalan ini, sesak dan sempit. Mereka memandangku seperti anjing – anjing pemakan bangkai yang haus akan jawaban. Lalu mereka bertanya dan mengais-ngais. Tawa mereka, mata mereka, semua inderaku begitu responsif dan peka. Diriku yang belum matang ini terus merasa rindu akan rumahnya. Rumah yang memberikan kehangatan saat diriku tumbuh. Dalam perjalanan ini, telepon dan surat rasanya benar-benar membahagiakan. Tapi pertemuan begitu berbeda, yang ada hanya patung-patung batu dan anjing – anjing itu. Tapi bagaimanapun juga, di tempat yang sesak dan sempit ini, ibuku selalu berkata bahwa ia bersamaku. Aneh, tapi cahaya tetap memancar lewat lubang - lubang di batinku. Aku bukan orang diatas yang hampir "mati" sebelum mati. Rumah dan kerinduan. Perjalanan baru dimulai, dan aku akan pulang ke rumahku yang hangat itu. Tunggu aku.

Terima kasih untuk seorang pendengar buat sharing dan waktunya.


Agustus 2007,
Redemptus

Bhinneka

Bhinneka. Berbeda-beda / Perbedaan.

Penekanannya bukan pada ika saja. Tanpa bhinneka, tunggal tak pernah ada. Lalu kenapa kita terus bertikai soal perbedaan? Pengertian dan respek, itu yang kita perlu. Sudahlah, bodoh atau pintar, kulit kuning atau sawo matang, agama itu semua bumbu persatuan, saya juga gak muak karena kalian saling bunuh atau bakar, hasil korban dari semua itu harusnya jadi bayaran buat perubahan paradigma kita semua. Karena kita ingin bersatu maka kita mengacu pada konsep kesatuan dan melupakan perbedaan yang dianggap sedikit ‘antagonis’ terhadap persatuan.

Tunggal. Satu.

Justru dari perbedaan itu keindahan muncul. Justru karena ada perbedaan maka ada persatuan. Persatuan bukan keseragaman. Pertengkaran untuk menjadikan semua seragam itu gak akan pernah selesai, lha ya jelas, pada dasarnya karakter kita berbeda. Persatuan itu adanya di hati, yang di luar bisa berbeda. Jangan perhatikan muka saya yang jelek ini, cemberut, hati saya tersenyum koq. Karena seperti yang tertulis, kebenaran itu sendiri tidak berbeda.

Tulisan ini bukan tentang negara kita saja, tapi juga tentang kita semua yang dididik di Indonesia.

Kakawin Sutasoma

Empu Tantular

Rwâneka dhâtu winuwus Buddha Wiswa,

Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,

Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal,

Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.

Terjemahan:

Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.

Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?

Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal

Terpecah belahlah itu, tetapi satu jualah itu.

Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.


Februari 2008,

Redemptus

Tuan dan Pelayan

//1//

Mangkuk yang kau berikan itu terlihat dekil..

Lalu kau menyapaku, melihat hasil pekerjaanku..
Kusimpan mangkuk itu, terbalik di tempatnya
Aku tidak lebih dari seorang pelayan di dapur!

//2//

Mangkuk yang kau berikan itu terlihat bersih..

Kedua kalinya kau sapa aku, mengamati cara-caraku..
Lagi, kusimpan mangkuk itu dengan terbalik..
"Agar cepat kering", sahutku
"Upah" adalah sesuatu yang kubutuhkan untuk hidup!

//3//

Sampai di masa yang ketiga,
Ketika itu kau ambil mangkukku, kau lihat isinya
Aku malu sungguh.. Kotoran yang kutumpuk selama ini..
Kau bilas hingga bersih dengan lembut
Apa artinya menjadi seorang pelayan upahan?

Mangkuk itu kau bersihkan luar dalam, dan akan kau terus bersihkan.
Aku belajar

2008, Redemptus

Tiga Saudara

Saya kira otak ini sudah buntu dan males, entah ada rudimenter atau apa tetapi saya harap otak saya baik-baik saja. Ketika baru saja kaki kembali tegar berdiri ditengah arus hidup, tiba-tiba kemalasan datang menyambut jiwa.

Saking malesnya, semua terasa hambar. Gak, ini bukan curhat ato sejenisnya, hahaha. Cuma pembuka setelah sekian lama tidak pernah menyentuh blog ini. Ya, masalah-masalah barusan itu penyebabnya, hahaha. Mungkin sedang capek dan bosan dengan rutinitas saja, saya jadi memilih buat menjadi pengamat untuk sementara.

Ada yang menarik di sela-sela waktu ini. Tentang warna hidup.
Hitam.
Putih.

Si hitam lebih menarik buat dijalani. Selalu jelas lebih cerdik, lihai. Walaupun jelas-jelas diiringi nafsu duniawi, tapi ini jaman edan bung, siapa peduli? Tunggu dulu. Gak selamanya Hitam itu hitam, kadang bodohnya dia juga membantu si Putih yang relatif lebih lugu. Hanya saja mengikuti si Putih ini bikin capek. Gimana gak capek? Tanya saja ke diri sendiri, enak yang mana?

Nah Abu-Abu ini dulu saya kira hipotetik saja, yaaaa bahasa Padangnya itu gak pernah ada atau hanya khayalan! Biar bohong-bohongan begini, si Abu-Abu punya banyak pengikut. Wong enak koq, ngegantung aja ditengah, gak perlu kemana-mana. Tambahan, Abu-Abu tidak pernah minta perjuangan sepenuh hati. Naif. Ini yang jadi sumber gregetannya saya, heran, kenapa harus ditengah kalau bisa memilih? Saya gak ngerti deh kalo Abu-Abu ini pasifis ato apa, kenetralannya dalam hidup bikin saya merinding. Ironisnya, mas penulis ini juga kadang "berguru" dan ngemong jalan hidup si Abu-Abu. Blah.

Kenapa harus bergantung kalau kita bisa memilih untuk tetap menapak tanah atau terbang tinggi? Toh hidup ini memang penuh kesalahan, siapa yang pernah mau ikut hitam? Banyak yang terbuai dengan sifatnya yang manis. Saat sadar bahwa kita ikut di jalan yang salah, barulah kita mengerti, Putih ada di dalam Hitam juga. Lalu siapa yang dengan niatnya mengikuti Putih? Dia terkadang juga masih saja terjerambab
kedalam si Hitam, atau malah kalian pake topengnya Putih saja ya???

Ini hanya argumen singkat. Opini saya sendiri, kadang ada saatnya Abu-Abu lebih layak diikuti, tapi untuk bersamanya sepanjang waktu itu bukan hal yang menarik untuk hidup.

Hitam ke kiri,
Putih ke kanan,
Beralih di persimpangan,
Bersama naik ke satu tujuan hati kita masing-masing.

Abu-Abu tak pernah tahu awal dan akhir.
Abu-Abu dengan cintanya berdiri tegar di tengah.


Maret 2007,
Redemptus

Sajak Untuk Orangtua

Bapak..

Bebanmu nian ringan

Hidupmu bagai padi

Teladanmu bukan dusta

Sungguh, bersyukur debu ini!

Kekasih kesederhanaan kau pinangkan padaku

Saudara keberanian kau kenalkan padaku

Jadi budak pun aku tak pantas, terima kasih pun tak akan cukup

//

Bunda..

Kasihmu tak berujung

Belaimu nan lembut

Dekapmu begitu hangat

Benar, cinta, jiwa dan ragaku tak ada artinya!

Kau ingatkan aku akan kasih sejati

Ampunmu dan setiamu tak bercela

Tak pantas aku disebut putramu!

//

Doa bagi kalian tak akan berhenti,

Doa bagiku kutahu tak akan habis.

Jika hancur ragaku nanti,

Biar bakti dan cintaku tak terkikis.


2008,

Redemptus

Persimpangan Persimpangan

Ini yang kesekian kali..
Udara sejuk pagi membelai penuh kasih
Dan cahaya saudara terang terasa hangat..
Sejenak terasa sangat tenang..

Ya, tapi ini yang kesekian kalinya,
Jalan sempit dan sesak itu muncul lagi..
Sempit dan sesak,
tanpa ruang untuk diri..

Ruangan ini untuk patahan patahan hati
Sisanya untuk kalian..
Kadang tanya pun muncul,
Adakah sisa tempat ??

Bodohnya yang memilih untuk tidak memilih
Bodohnya yang mencoba untuk tidak mencoba
Bodohnya yang memohon untuk tidak memohon
dan Bodohnya yang rela untuk rela

Tapi ruangan ini memang untuk serpihan serpihan
Ruangan yang bodoh ini seadanya, bukan yang paling bagus dan besar
Dipugar oleh sang Tangan,
Diberikan untuk kalian..

Untuk saudari ketulusan...